Pada artikel ini, akan mengulas Hama Penyakit Tanaman Cabai secara khusus, karena tanaman cabai berpotensi mencapai nilai ekonomis sangat tinggi. Sehingga pengendalian hama penyakit tanaman cabai secara terpadu sangat diperlukan untuk mengurangi resiko kerugian yang lebih besar.
HAMA TANAMAN CABAI
Hama ini menyerang tanaman cabai muda yang baru saja pindah tanam. Serangannya dilakukan pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah. Gangsir ini membuat liang di dalam tanah sampai kedalaman 90 cm. Gangsir merusak tanaman cabai muda dengan cara memotong pangkal batang tapi tidak memakannya. Pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam.
Hama jenis ini menyerang tanaman cabai muda pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah atau di balik mulsa PHP. Ulat tanah menyerang batang tanaman cabai muda dengan cara memotongnya, sehingga sering dinamakan juga ulat pemotong. Pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam atau pemberian umpan beracun, yaitu dedak yang diberi insektisida berbahan aktif metomil, kemudian diberikan pada lubang tanam pada sore hari. Pemberian umpan beracun cukup efektif untuk mengendalikan Agrotis ipsilon.
Hama ini menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang terserang berlubang dan meranggas. Pada serangan parah, daun tanaman cabai hanya tinggal eidermis saja. Ulat grayak disebut juga dengan nama ulat tentara. Seperti halnya jenis hama ulat lain, hama ini menyerang tanaman cabai pada malam hari, sedang siang harinya beresembunyi di balik mulsa atau di dalam tanah. Hama ini bersifat polifag. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.
Hama ulat buah pada tanaman cabai adalah Helicoverpa sp. Hama ini menyerang buah cabai muda maupun tua dengan cara membuat lubang dan memakannya. Ulat buah bersifat polifag. Pengendalian hama ulat buah dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Thrips parvispinus merupakan hama utama tanaman cabai. Serangan hama thrips ditandai dengan adanya bercak-bercak keperakan pada daun tanaman cabai. Hama ini lebih suka mengisap cairan daun muda sehingga menyebabkan daun tanaman cabai mengeriting, akhirnya tanaman menjadi kerdil. Hama thrips berkembangbiak secara partenogenesis (tak kawin) sehingga populasinya berkembang sangat cepat. Selain bersifat polifag, hama thrips juga merupakan serangga vektor penular berbagai macam virus tanaman. Pengendalian hama ini dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Bagian tanaman yang dihisap cairannya akan menampakkan bercak berwarna putih keperakan yang selanjutnya bercak berubah warna menjadi kecoklatan. Pada serangan parah, daun tanaman tampak menggulung dan mengeriting. Kebanyakan spesies thrips mengeluarkan embun madu yang berpotensi mengundang datangnya serangan cendawan jelaga.
Pada kelembaban udara 70% dan suhu 27-32°C thrips berkembang biak sangat cepat karena pada kondisi demikian akan memicu produksi homon seks sehingga terjadi perkawinan masal, selain thrips itu sendiri mampu bereproduksi secara partenogenesis. Saat musim kemarau, jumlah populasi meningkat dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Tekanan air hujan yang besar mampu menghanyutkan thrips. Penyebaran hama thrips dari satu tanaman ke tanaman lain berlangsung sangat cepat dengan bantuan angin maupun manusia.
Baca Selengkapnya
Hama kutu daun pada tanaman cabai adalah Myzus persiceae. Hama ini mengisap cairan tanaman cabai terutama pada daun muda, kotorannya berasa manis sehingga menggundang semut. Serangan parah menyebabkan daun tanaman mengalami klorosis(kuning), menggulung dan mengeriting, akhirnya tanaman cabai menjadi kerdil. Pengendalian hama ini dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Hama kutu kebul pada tanaman cabai adalah Bemisia tabaci. Hama ini berwarna putih, bersayap dan tubuhnya diselimuti serbuk putih seperti lilin. Hama kutu kebul menyerang dan menghisap cairan daun tanaman sehingga sel-sel dan jaringan daun tanaman rusak. Pengendalian hama ini dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Hama tungau pada tanaman cabai adalah tungau kuning (Polyphagotarsonemus lotus) dan tungau merah (Tetranychus cinnabarinus). Tungau bersembunyi di balik daun dan menghisap cairan daun tanaman. Daun tanaman cabai terserang berwarna kecoklatan dan terpelintir, serta pada permukaan bawah daun terdapat benang-benang halus berwarna merah atau kuning. Pengendalian hama tungau dengan penyemprotan insektisida akarisida berbahan aktif propargit, dikofol, tetradifon, piridaben, klofentezin, amitraz, abamektin, atau fenpropatrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Dalam kondisi kering dengan suhu optimal 27° C tungau dapat menetas dalam waktu 3 hari, dan menjadi dewasa secara seksual dalam waktu 5 hari. Satu ekor tungau betina dapat bertelur hingga 20 butir per hari dan dapat hidup selama 2-4 minggu dan dapat meletakkan ratusan telur. Seekor tungau betina tunggal dapat menurunkan populasi hingga satu juta ekor tungau dalam waktu satu bulan. Tingkat reproduksi yang sangat cepat memungkinkan populasi tungau untuk beradaptasi dan melawan pestisida, sehingga metode pengendalian secara kimia menjadi kurang efektif ketika pestisida dengan bahan aktif yang sama digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Tungau betina bersifat diploid tungau sedangkan tungau jantan bersifat haploid. Artinya, tungau betina merupakan keturunan dari telur yang dibuahi oleh tungau jantan, sendangkan tungau jantan merupakan keturunan dari telur yang tidak dibuahi. Ketika melakukan perkawinan, tungau betina akan menghindari terjadinya pembuahan pada beberapa butir telur untuk menghasilkan tungau jantan. Telur yang dibuahi akan menghasilkan betina diploid. Sementara telur yang tidak dibuahi akan menghasilkan tungan jantan haploid.
Baca Selengkapnya
Hama lalat buah pada tanaman cabai adalah Dacus dorsalis. Lalat betina dewasa menyerang dengan cara menyuntikkan telurnya ke dalam buah cabai, kemudian telur berubah menjadi larva, telur-telur ini akhirnya menggerogoti buah cabai sehingga buah cabai menjadi busuk. Pengendalian hama ini dapat menggunakan perangkap lalat (sexpheromone), caranya : metil eugenol dimasukkan pada botol aqua yang diikatkan pada bambu dengan posisi horisontal, atau dapat pula menggunakan buah-buahan yang aromanya disukai lalat (misal nangka, timun) kemudian dicampur insektisida berbahan aktif metomil. Selain itu juga dapat dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Lalat buah berukuran 1-6 mm, berkepala besar, berleher sangat kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning cerah, oranye, hitam, cokelat, atau kombinasinya dan bersayap datar. Pada tepi ujung sayap ada bercak-bercak coklat kekuningan. Pada abdomennya terdapat pita-pita hitam, sedangkan pada thoraxnya terdapat bercak-bercak kekuningan. Disebut Tephtridae-berarti bor-karena terdapat ovipositor pada lalat betina. Bagian tubuh itu berguna memasukkan telur ke dalam buah. Ovipositornya terdiri dari tiga ruas dengan bahan seperti tanduk yang keras.
Dengan ovipositornya, lalat buah betina menusuk kulit buah atau sayur untuk meletakkan telurnya. Jumlah telur sekitar 50-100 butir. Setelah 2-5 hari, telur akan menetas dan menjadi larva. Larva tersebut akan membuat terowongan di dalam buah dan memakan dagingnya selama lebih kurang 4-7 hari. Larva yang telah dewasa meninggalkan buah dan jatuh di atas tanah, kemudian membuat terowongan sedalam 2-5 cm dan berubah menjadi pupa. Lama masa pupa 3-5 hari. Lalat dewasa keluar dari dalam pupa, dan kurang dari satu menit langsung bisa terbang. Total daur hidupnya antara 23-34 hari, tergantung cuaca. Dalam waktu satu tahun lalat ini diperkirakan menghasilkan 8-10 generasi. Lalat buah sering menyerang dan menghancurkan tanaman saat musim penghujan karena kelembapan memicu pupa untuk keluar menjadi lalat dewasa.
Lalat betina menusuk buah atau sayur mengunakan ovipositornya untuk meletakkan telurnya dalam lapisan epidermis. Setelah telur menetas, larva akan menggerek buah dan menyebabkan buah membusuk di bagian dalam. Bila diamati, pada buah yang terserang akan tampak lubang kecil kehitaman bekas tusukan. Buah menjadi rusak, lembek, busuk dan akhirnya rontok. Lalat buah juga meletakkan telurnya tidak hanya di dalam buah, tetapi juga pada bunga dan batang. Batang yang terserang menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang dihasilkan kecil-kecil dan menguning.
Sebagai contoh akan kita bahas serangan lalat buah pada tanaman cabai. Pada buah cabai terserang terdapat luka tusukan dalam ukuran kecil, seperti tertusuk jarum. Buah menjadi busuk lunak dan menghitam. Luka akibat tusukan menimbulkan infeksi sekunder berupa busuk buah, baik yang disebabkan oleh cendawan maupun bakteri. Buah cabai yang terkena tusukan lalat buah ini akan rontok. Jika buah dibelah akan terlihat biji-biji berwarna hitam dan terdapat belatung yang merupakan larva lalat buah.
Baca selengkapnya
Bakteri penyebab layu pada tanaman cabai adalah Pseudomonas sp. Penyakit ini sering menggagalkan budidaya. Penyakit layu bakteri banyak ditemukan pada areal budidaya cabai dataran rendah. Tanaman cabai terserang mengalami kelayuan pada daun yang diawali dari daun-daun muda. Bila batang, cabang atau pangkal batang tanaman cabai dibelah maka akan terlihat berkas pembuluh pengangkut berwarna cokelat tua dan membusuk. Pada umumnya sulit membedakan antara layu bakteri dan layu fusarium. Cara untuk membedakan sebagai berikut, ambil air jernih, potong secara melintang bagian tanaman cabai terserang, masukkan potongan tersebut ke dalam air. Tunggu beberapa menit, bila dari potongan tersebut keluar cairan berwarna putih, menyerupai asap, dapat dipastikan tanaman cabai terserang layu bakteri. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pH tanah, memusnahkan tanaman terserang, saluran pembuangan air harus betul-betul rapi, pastikan tidak ada air menggenang di areal pertanaman cabai, melakukan penggiliran tanaman serta penyemprotan secara kimiawi menggunakan bakterisida dari golongan antibiotik dengan bahan aktif kasugamisin, streptomisin sulfat, asam oksolinik, validamisin, atau oksitetrasiklin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan. Sebagai pencegahan, secara biologi dapat diberikan trichoderma pada saat persiapan lahan, pada umur 25 hst, 40 hst dan 70 hst dilakukan pengocoran dengan pestisida organik pada tanah, contoh wonderfat dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan.
Cendawan penyebab serangan pada tanaman cabai adalah Phytopthora infestans. Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman cabai. Batang tanaman cabai terserang ditandai dengan bercak coklat kehitaman dan kebasah-basahan. Serangan serius menyebabkan tanaman layu. Daun tanaman cabai terserang seperti tersiram air panas. Buah cabai terserang ditandai dengan bercak kebasah-basahan yang menjadi coklat kehitaman dan lunak. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah metalaksil, propamokarb hidrokloroda, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah tembaga, mankozeb, propineb, ziram, atau tiram. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Penyakit busuk kuncup pada tanaman cabai adalah Choanephora cucurbitarum. Penyakit ini menyerang bunga, tangkai bunga, pucuk dan ranting tanaman. Ranting terserang akan berwarna coklat kehitaman, cepat menyebar sehingga mematikan ujung tanaman, sedangkan bagian lainnya masih tegar. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah metalaksil, propamokarb hidroklorida, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf, dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah tembaga, mankozeb, propineb, ziram, atau tiram. Dosis sesuai petunjuk pada kemasan.
Cendawan penyebabnya adalah Cercospora capsici. Penyakit ini menyerang daun, tangkai buah batang dan cabang tanaman. Gejala serangannya ditandai adanya bercak bulat kecil kebasah-basah, bercak dapat meluas dengan diameter 0,5 cm, pusat bercak berwarna pucat sampai putih dengan tepi berwarna lebih tua. Serangan parah pada daun menyebabkan daun tanaman menguning dan gugur. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah benomil, metil tiofanat, karbendazim, difenokonazol, atau tebukonazol dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah klorotalonil, azoksistrobin, atau mankozeb. Dosis sesuai petunjuk pada kemasan.
Penyakit ini menyerang daun, buah dan batang tanaman cabai. Penyakit bercak bakteri dikenal juga dengan sebutan Bacterial spot. Serangan pada daun tanaman cabai terdapat bercak kecil kebasah-basahan kemudian menjadi nekrotis kecoklatan pada bagian tengahnya. Serangan parah akan mengakibatkan daun tanaman cabai gugur. Serangan pada buah cabai terdapat bercak putih dikelilingi warna cokelat kehitaman. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi fungisida berbahan aktif tembaga atau bakterisida golongan antibiotik. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.
Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici dan Gloeosporium piperatum. Penyakit ini sering juga diistilahkan dengan nama patek. Colletotrichum capsici menginfeksi buah cabai dengan membentuk bercak cokelat hitam kemudian meluas menjadi busuk lunak. Serangan berat menyebabkan buah cabai mengering keriput. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam dari koloni cendawan. Gloeosporium piperatum menyerang tanaman cabai mulai buah cabai masih hijau. Biasanya mengakibatkan mati ujung. Pada buah cabai terserang terlihat bintik-bintik kecil kehitaman dan berlekuk. Bintik-bintik ini pada bagian tepi berwarna kuning, membesar dan memanjang. Pada kondisi lembab, cendawan membentuk lingkaran memusat berwarna merah jambu. Buah cabai terserang harus dimusnahkan dari area penanaman. Pengamatan terhadap tanaman harus dilakukan setiap hari, terutama pada saat musim hujan. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah benomil, metil tiofanat, karbendazim, difenokonazol, atau tebukonazol, dan fungisida kontak berbahan aktif klorotalonil, azoksistrobin, atau mankozeb. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.
Virus yang menyerang tanaman cabai adalah TMV, TEV, TRV, CMV, TRSV, CTV dan PVY. Virus merupakan penyakit yang sangat berpotensi menimbulkan kegagalan terutama pada musim kemarau. Gejala serangan umumnya ditandai dengan pertumbuhan tanaman yang mengerdil, daun mengeriting dan terdapat bercak kuning kebasah-basahan. Penyakit virus sampai saat ini belum ditemukan penangkalnya. Penyakit ini ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lain melalui vektor atau penular. Beberapa hama yang sangat berpotensi menjadi penular virus diantaranya adalah thrips, kutu daun, kutu kebul, dan tungau. Manusia dapat juga berperan sebagai penular virus, baik melalui alat-alat pertanian maupun tangan terutama pada saat pemangkasan. Beberapa upaya penanganan virus antara lain : membersihkan gulma (karena gulma berpotensi menjadi inang virus), mengendalikan hama/serangga penular virus, memusnahkan tanaman yang sudah terserang, kebersihan alat dan memberi pemahaman kepada tenaga kerja agar tidak ceroboh saat melakukan penanganan terhadap tanaman.
Secara umum tanaman yang terinfeksi oleh virus menunjukkan beberapa gejala yang biasanya terdapat daun, buah, batang, cabang, maupun akar. Gejala tersebut ditunjukkan dengan ukuran yang mengecil, perubahan bentuk atau bagian tanaman, perubahan warna, kematian jaringan tanaman (misalnya bercak bercincin), dan tanaman mengalami hambatan pertumbuhan.
Jenis virus yang menyerang tanaman sangat banyak, beberapa diantaranya adalah geminivirus, TMV, CMV, ChiVMV. Ketika tanaman pokok yang dibudidayakan tidak ada di lahan, virus dapat bertahan hidup: pada bahan biakan tanaman, vektor (serangga penular), gulma. Khusus TMV masih hidup pada daun tembakau yang sudah kering atau jadi rokok.
Sumber serangan virus sangat banyak dan beragam. Bahan biakan (benih) juga dapat menjadi sumber serangan virus, terutama untuk TMV dan CMV. Selain itu, tanaman sakit di lapang, baik tanaman pokok yang dibudidayakan, tanaman budidaya lain selain tanaman pokok, maupun gulma. Bahkan ada gulma yang kadang-kadang tidak bergejala tetapi sudah tertular. Tetapi yang sangat membahayakan adalah serangan serangga penular (vektor) virus. Apalagi saat musim dalam kondisi yang optimal untuk perkembangan serangga penular tersebut. Manusia juga bisa menjadi perantara penularan virus, terutama untuk tanaman budidaya melalui proses pelukaan tanaman saat sedang melakukan perawatan.
Baca Selengkapnya
Sumber :
http://fototanijogonegoro.blogspot.com/
http://www.tanijogonegoro.com/2013/02/hama-penyakit-tanaman-cabai.html
HAMA TANAMAN CABAI
Hama ini menyerang tanaman cabai muda yang baru saja pindah tanam. Serangannya dilakukan pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah. Gangsir ini membuat liang di dalam tanah sampai kedalaman 90 cm. Gangsir merusak tanaman cabai muda dengan cara memotong pangkal batang tapi tidak memakannya. Pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam.
Hama jenis ini menyerang tanaman cabai muda pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah atau di balik mulsa PHP. Ulat tanah menyerang batang tanaman cabai muda dengan cara memotongnya, sehingga sering dinamakan juga ulat pemotong. Pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam atau pemberian umpan beracun, yaitu dedak yang diberi insektisida berbahan aktif metomil, kemudian diberikan pada lubang tanam pada sore hari. Pemberian umpan beracun cukup efektif untuk mengendalikan Agrotis ipsilon.
Hama ini menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang terserang berlubang dan meranggas. Pada serangan parah, daun tanaman cabai hanya tinggal eidermis saja. Ulat grayak disebut juga dengan nama ulat tentara. Seperti halnya jenis hama ulat lain, hama ini menyerang tanaman cabai pada malam hari, sedang siang harinya beresembunyi di balik mulsa atau di dalam tanah. Hama ini bersifat polifag. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.
Hama ulat buah pada tanaman cabai adalah Helicoverpa sp. Hama ini menyerang buah cabai muda maupun tua dengan cara membuat lubang dan memakannya. Ulat buah bersifat polifag. Pengendalian hama ulat buah dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Thrips parvispinus merupakan hama utama tanaman cabai. Serangan hama thrips ditandai dengan adanya bercak-bercak keperakan pada daun tanaman cabai. Hama ini lebih suka mengisap cairan daun muda sehingga menyebabkan daun tanaman cabai mengeriting, akhirnya tanaman menjadi kerdil. Hama thrips berkembangbiak secara partenogenesis (tak kawin) sehingga populasinya berkembang sangat cepat. Selain bersifat polifag, hama thrips juga merupakan serangga vektor penular berbagai macam virus tanaman. Pengendalian hama ini dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
HAMA THRIPS SECARA UMUM
Hama thrips sangat mudah ditemukan di areal pertanaman. Bentuk tubuhnya langsing dengan panjang 1-2 mm, berwarna hitam dengan bintik-bintik atau garis merah. Telur thrips berbentuk oval. Telur menetas menjadi nimfa, tidak bisa terbang dan hanya meloncat-loncat. Thrips muda (nimfa) biasanya berwarna agak keputihan, kekuningan, hingga kemerahan. Serangga dewasa (imago) berwarna kuning pucat, coklat atau hitam. Thrips akan berubah warna menjadi lebih gelap pada suhu rendah. serangga betina memiliki dua pasang sayap kecil dan terdapat rambut berumbai di bagian samping tubuhnya, sedangkan serangga jantannya tidak bersayap. Thrips memiliki mulut asimetris yang berfungsi untuk menusuk dan menghisap tanaman, terutama pada bagian daun muda, kuncup atau tunas, bunga, dan buah muda. Masing-masing tanaman memiliki ketahanan yang berbeda terhadap spesies thrips, tergantung pada ketebalan epidermisnya.Bagian tanaman yang dihisap cairannya akan menampakkan bercak berwarna putih keperakan yang selanjutnya bercak berubah warna menjadi kecoklatan. Pada serangan parah, daun tanaman tampak menggulung dan mengeriting. Kebanyakan spesies thrips mengeluarkan embun madu yang berpotensi mengundang datangnya serangan cendawan jelaga.
Pada kelembaban udara 70% dan suhu 27-32°C thrips berkembang biak sangat cepat karena pada kondisi demikian akan memicu produksi homon seks sehingga terjadi perkawinan masal, selain thrips itu sendiri mampu bereproduksi secara partenogenesis. Saat musim kemarau, jumlah populasi meningkat dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Tekanan air hujan yang besar mampu menghanyutkan thrips. Penyebaran hama thrips dari satu tanaman ke tanaman lain berlangsung sangat cepat dengan bantuan angin maupun manusia.
Baca Selengkapnya
Hama kutu daun pada tanaman cabai adalah Myzus persiceae. Hama ini mengisap cairan tanaman cabai terutama pada daun muda, kotorannya berasa manis sehingga menggundang semut. Serangan parah menyebabkan daun tanaman mengalami klorosis(kuning), menggulung dan mengeriting, akhirnya tanaman cabai menjadi kerdil. Pengendalian hama ini dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Hama kutu kebul pada tanaman cabai adalah Bemisia tabaci. Hama ini berwarna putih, bersayap dan tubuhnya diselimuti serbuk putih seperti lilin. Hama kutu kebul menyerang dan menghisap cairan daun tanaman sehingga sel-sel dan jaringan daun tanaman rusak. Pengendalian hama ini dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Hama Tungau (Mite)
Tetranychus cinnabarinus
Tetranychus cinnabarinus
Polyphagotarsonemus lotus
Polyphagotarsonemus lotus
HAMA TUNGAU SECARA UMUM
Tungau adalah sekelompok hewan kecil bertungkai delapan yang menjadi anggota superordo Acarina. Tungau berbeda dengan serangga (Insecta), tetapi lebih dikategorikan pada laba-laba. Hingga saat ini terdapat puluhan jenis tungau yang sudah ditemukan, tetapi taksonomi tungau belum stabil karena masih ditemukan banyak perubahan.Dalam kondisi kering dengan suhu optimal 27° C tungau dapat menetas dalam waktu 3 hari, dan menjadi dewasa secara seksual dalam waktu 5 hari. Satu ekor tungau betina dapat bertelur hingga 20 butir per hari dan dapat hidup selama 2-4 minggu dan dapat meletakkan ratusan telur. Seekor tungau betina tunggal dapat menurunkan populasi hingga satu juta ekor tungau dalam waktu satu bulan. Tingkat reproduksi yang sangat cepat memungkinkan populasi tungau untuk beradaptasi dan melawan pestisida, sehingga metode pengendalian secara kimia menjadi kurang efektif ketika pestisida dengan bahan aktif yang sama digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Tungau betina bersifat diploid tungau sedangkan tungau jantan bersifat haploid. Artinya, tungau betina merupakan keturunan dari telur yang dibuahi oleh tungau jantan, sendangkan tungau jantan merupakan keturunan dari telur yang tidak dibuahi. Ketika melakukan perkawinan, tungau betina akan menghindari terjadinya pembuahan pada beberapa butir telur untuk menghasilkan tungau jantan. Telur yang dibuahi akan menghasilkan betina diploid. Sementara telur yang tidak dibuahi akan menghasilkan tungan jantan haploid.
Baca Selengkapnya
Hama lalat buah pada tanaman cabai adalah Dacus dorsalis. Lalat betina dewasa menyerang dengan cara menyuntikkan telurnya ke dalam buah cabai, kemudian telur berubah menjadi larva, telur-telur ini akhirnya menggerogoti buah cabai sehingga buah cabai menjadi busuk. Pengendalian hama ini dapat menggunakan perangkap lalat (sexpheromone), caranya : metil eugenol dimasukkan pada botol aqua yang diikatkan pada bambu dengan posisi horisontal, atau dapat pula menggunakan buah-buahan yang aromanya disukai lalat (misal nangka, timun) kemudian dicampur insektisida berbahan aktif metomil. Selain itu juga dapat dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
HAMA LALAT BUAH SECARA UMUM
Lalat buah (Bactrocera sp.) adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera ini kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Sayuran seperti kubis dan seledri pun menjadi target serangan. Bahkan saai ini serangan lalat buah meluas ke tanaman hias adenium dan aglaonema.Lalat buah berukuran 1-6 mm, berkepala besar, berleher sangat kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning cerah, oranye, hitam, cokelat, atau kombinasinya dan bersayap datar. Pada tepi ujung sayap ada bercak-bercak coklat kekuningan. Pada abdomennya terdapat pita-pita hitam, sedangkan pada thoraxnya terdapat bercak-bercak kekuningan. Disebut Tephtridae-berarti bor-karena terdapat ovipositor pada lalat betina. Bagian tubuh itu berguna memasukkan telur ke dalam buah. Ovipositornya terdiri dari tiga ruas dengan bahan seperti tanduk yang keras.
Dengan ovipositornya, lalat buah betina menusuk kulit buah atau sayur untuk meletakkan telurnya. Jumlah telur sekitar 50-100 butir. Setelah 2-5 hari, telur akan menetas dan menjadi larva. Larva tersebut akan membuat terowongan di dalam buah dan memakan dagingnya selama lebih kurang 4-7 hari. Larva yang telah dewasa meninggalkan buah dan jatuh di atas tanah, kemudian membuat terowongan sedalam 2-5 cm dan berubah menjadi pupa. Lama masa pupa 3-5 hari. Lalat dewasa keluar dari dalam pupa, dan kurang dari satu menit langsung bisa terbang. Total daur hidupnya antara 23-34 hari, tergantung cuaca. Dalam waktu satu tahun lalat ini diperkirakan menghasilkan 8-10 generasi. Lalat buah sering menyerang dan menghancurkan tanaman saat musim penghujan karena kelembapan memicu pupa untuk keluar menjadi lalat dewasa.
Lalat betina menusuk buah atau sayur mengunakan ovipositornya untuk meletakkan telurnya dalam lapisan epidermis. Setelah telur menetas, larva akan menggerek buah dan menyebabkan buah membusuk di bagian dalam. Bila diamati, pada buah yang terserang akan tampak lubang kecil kehitaman bekas tusukan. Buah menjadi rusak, lembek, busuk dan akhirnya rontok. Lalat buah juga meletakkan telurnya tidak hanya di dalam buah, tetapi juga pada bunga dan batang. Batang yang terserang menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang dihasilkan kecil-kecil dan menguning.
Sebagai contoh akan kita bahas serangan lalat buah pada tanaman cabai. Pada buah cabai terserang terdapat luka tusukan dalam ukuran kecil, seperti tertusuk jarum. Buah menjadi busuk lunak dan menghitam. Luka akibat tusukan menimbulkan infeksi sekunder berupa busuk buah, baik yang disebabkan oleh cendawan maupun bakteri. Buah cabai yang terkena tusukan lalat buah ini akan rontok. Jika buah dibelah akan terlihat biji-biji berwarna hitam dan terdapat belatung yang merupakan larva lalat buah.
Baca selengkapnya
PENYAKIT TANAMAN CABAI
Penyakit ini menyerang tanaman cabai disebabkan oleh cendawan Pythium debarianum dan Rhizoctonia Solani. Penyakit rebah semai biasa menyerang tanaman cabai pada fase pembibitan dan tanaman cabai muda setelah pindah tanam. Cendawan ini tergolong patogen tular tanah. Serangan penyakit rebah semai banyak terjadi pada suhu rendah serta tanah masam. Serangan pada persemaian bisa mengakibatkan bibit tidak berkecambah atah tanaman cabai tiba-tiba rebah. Pada pangkal batang terdapat infeksi cendawan berwarna cokelat hitam kebasah-basahan. Cara pengendaliannya dengan penyemprotan fungisida sistemik berbahan aktif propamokarb hidroklorida, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf dan fungisida kontak berbahan aktif tembaga, mankozeb, propineb, ziram, atau tiram. Dosis ½ dari dosis terendah yang tertera pada kemasan.Penyakit Layu Fusarium/Layu Bakteri
Layu Fusarium/Layu Bakteri
Layu Fusarium/Layu Bakteri
Layu Bakteri
Layu Fusarium
Cendawan penyebab layu pada tanaman cabai adalah Fusarium oxysporum. Tanaman cabai terserang mengalami kelayuan dimulai pada daun-daun tua, kemudian menyebar ke daun-daun muda dan menguning. Secara umum mirip dengan penyakit layu bakteri. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pH tanah, memusnahkan tanaman terserang, saluran pembuangan air harus betul-betul rapi, pastikan tidak ada air menggenang di areal pertanaman cabai, melakukan penggiliran tanaman, serta penyemprotan secara kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif benomil, metalaksil atau propamokarb hidroklorida dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan. Sebagai pencegahan, secara biologi dapat diberikan trichoderma pada saat persiapan lahan, pada umur 25 hst, 40 hst dan 70 hst dilakukan pengocoran dengan pestisida organik pada tanah, contoh wonderfat dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan.Cendawan penyebab serangan pada tanaman cabai adalah Phytopthora infestans. Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman cabai. Batang tanaman cabai terserang ditandai dengan bercak coklat kehitaman dan kebasah-basahan. Serangan serius menyebabkan tanaman layu. Daun tanaman cabai terserang seperti tersiram air panas. Buah cabai terserang ditandai dengan bercak kebasah-basahan yang menjadi coklat kehitaman dan lunak. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah metalaksil, propamokarb hidrokloroda, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah tembaga, mankozeb, propineb, ziram, atau tiram. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
Penyakit busuk kuncup pada tanaman cabai adalah Choanephora cucurbitarum. Penyakit ini menyerang bunga, tangkai bunga, pucuk dan ranting tanaman. Ranting terserang akan berwarna coklat kehitaman, cepat menyebar sehingga mematikan ujung tanaman, sedangkan bagian lainnya masih tegar. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah metalaksil, propamokarb hidroklorida, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf, dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah tembaga, mankozeb, propineb, ziram, atau tiram. Dosis sesuai petunjuk pada kemasan.
Cendawan penyebabnya adalah Cercospora capsici. Penyakit ini menyerang daun, tangkai buah batang dan cabang tanaman. Gejala serangannya ditandai adanya bercak bulat kecil kebasah-basah, bercak dapat meluas dengan diameter 0,5 cm, pusat bercak berwarna pucat sampai putih dengan tepi berwarna lebih tua. Serangan parah pada daun menyebabkan daun tanaman menguning dan gugur. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah benomil, metil tiofanat, karbendazim, difenokonazol, atau tebukonazol dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah klorotalonil, azoksistrobin, atau mankozeb. Dosis sesuai petunjuk pada kemasan.
Penyakit ini menyerang daun, buah dan batang tanaman cabai. Penyakit bercak bakteri dikenal juga dengan sebutan Bacterial spot. Serangan pada daun tanaman cabai terdapat bercak kecil kebasah-basahan kemudian menjadi nekrotis kecoklatan pada bagian tengahnya. Serangan parah akan mengakibatkan daun tanaman cabai gugur. Serangan pada buah cabai terdapat bercak putih dikelilingi warna cokelat kehitaman. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi fungisida berbahan aktif tembaga atau bakterisida golongan antibiotik. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.
Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici dan Gloeosporium piperatum. Penyakit ini sering juga diistilahkan dengan nama patek. Colletotrichum capsici menginfeksi buah cabai dengan membentuk bercak cokelat hitam kemudian meluas menjadi busuk lunak. Serangan berat menyebabkan buah cabai mengering keriput. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam dari koloni cendawan. Gloeosporium piperatum menyerang tanaman cabai mulai buah cabai masih hijau. Biasanya mengakibatkan mati ujung. Pada buah cabai terserang terlihat bintik-bintik kecil kehitaman dan berlekuk. Bintik-bintik ini pada bagian tepi berwarna kuning, membesar dan memanjang. Pada kondisi lembab, cendawan membentuk lingkaran memusat berwarna merah jambu. Buah cabai terserang harus dimusnahkan dari area penanaman. Pengamatan terhadap tanaman harus dilakukan setiap hari, terutama pada saat musim hujan. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah benomil, metil tiofanat, karbendazim, difenokonazol, atau tebukonazol, dan fungisida kontak berbahan aktif klorotalonil, azoksistrobin, atau mankozeb. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.
Virus yang menyerang tanaman cabai adalah TMV, TEV, TRV, CMV, TRSV, CTV dan PVY. Virus merupakan penyakit yang sangat berpotensi menimbulkan kegagalan terutama pada musim kemarau. Gejala serangan umumnya ditandai dengan pertumbuhan tanaman yang mengerdil, daun mengeriting dan terdapat bercak kuning kebasah-basahan. Penyakit virus sampai saat ini belum ditemukan penangkalnya. Penyakit ini ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lain melalui vektor atau penular. Beberapa hama yang sangat berpotensi menjadi penular virus diantaranya adalah thrips, kutu daun, kutu kebul, dan tungau. Manusia dapat juga berperan sebagai penular virus, baik melalui alat-alat pertanian maupun tangan terutama pada saat pemangkasan. Beberapa upaya penanganan virus antara lain : membersihkan gulma (karena gulma berpotensi menjadi inang virus), mengendalikan hama/serangga penular virus, memusnahkan tanaman yang sudah terserang, kebersihan alat dan memberi pemahaman kepada tenaga kerja agar tidak ceroboh saat melakukan penanganan terhadap tanaman.
PENYAKIT VIRUS SECARA UMUM
Virus bersifat parasit obligat, yaitu hanya dapat hidup pada inang yang hidup. Virus tidak menyerap cairan atau nutrisi tanaman. Akan tetapi virus menyerang dengan cara yang lebih ganas, yaitu memasuki sel inang dan memperbanyak diri di dalamnya. Jika inangnya mati, maka virus tersebut meninggalkan sel inangnya tersebut. Pemberantasan virus nyaris tidak mungkin dilakukan karena virus sangat mudah bermutasi. Pengendalian virus hanya dilakukan terhadap serangga vektor penularannya.Secara umum tanaman yang terinfeksi oleh virus menunjukkan beberapa gejala yang biasanya terdapat daun, buah, batang, cabang, maupun akar. Gejala tersebut ditunjukkan dengan ukuran yang mengecil, perubahan bentuk atau bagian tanaman, perubahan warna, kematian jaringan tanaman (misalnya bercak bercincin), dan tanaman mengalami hambatan pertumbuhan.
Jenis virus yang menyerang tanaman sangat banyak, beberapa diantaranya adalah geminivirus, TMV, CMV, ChiVMV. Ketika tanaman pokok yang dibudidayakan tidak ada di lahan, virus dapat bertahan hidup: pada bahan biakan tanaman, vektor (serangga penular), gulma. Khusus TMV masih hidup pada daun tembakau yang sudah kering atau jadi rokok.
Sumber serangan virus sangat banyak dan beragam. Bahan biakan (benih) juga dapat menjadi sumber serangan virus, terutama untuk TMV dan CMV. Selain itu, tanaman sakit di lapang, baik tanaman pokok yang dibudidayakan, tanaman budidaya lain selain tanaman pokok, maupun gulma. Bahkan ada gulma yang kadang-kadang tidak bergejala tetapi sudah tertular. Tetapi yang sangat membahayakan adalah serangan serangga penular (vektor) virus. Apalagi saat musim dalam kondisi yang optimal untuk perkembangan serangga penular tersebut. Manusia juga bisa menjadi perantara penularan virus, terutama untuk tanaman budidaya melalui proses pelukaan tanaman saat sedang melakukan perawatan.
Baca Selengkapnya
Sumber :
http://fototanijogonegoro.blogspot.com/
http://www.tanijogonegoro.com/2013/02/hama-penyakit-tanaman-cabai.html
0 komentar:
Posting Komentar