
Alumnus Jurusan Hama dan Penyakit IPB tersebut memang baru setahun menggeluti pemasaran labu butternut squah. “Yang minta perorangan maupun pasar swalayan,” ujarnya kepada *Bebeja.com*.
Saat ini untuk memasok kebutuhan itu, Ahmad Fahrizal bermitra bersama 2 pekebun di Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Total lahan budidaya labu butternut squash itu mencapai 2 hektar dengan populasi 4.000 tanaman/ha. “Kami menanam 2 varietas labu butternut, yakni anna dan jackquine,” katanya. Ahmad mengimpor benih itu dari Belanda seharga Rp2,5-juta (isi 1.000 butir). “Benih impor memiliki kualitas buah lebih bagus dan rasa lebih manis,” ujarnya.

Data Forum Petani Butternut Squah Indonesia (FPBSI) menyebutkan terdapat sekitar 15 daerah di Indonesia seperti Cianjur (Jawa Barat), Pekanbaru (Riau), dan Bojonegoro (Jawa Timur), serta Lampung yang sudah memiliki pekebun labu butternut squash. Jumlah itu akan bertambah seiring bertambahnya cakupan penanaman di berbagai daerah seperti Kampar (Kepulauan Riau), Palembang (Sumatera Selatan), serta Pidie (Nanggroe Aceh Darrusalam).
Sejauh ini labu butternut squash dikonsumsi langsung setelah dikukus atau sebagai bahan campuran membuat aneka kudapan seperti bakpia dan kue bolu atau kue kering. Keistimewaan itu tak lepas dari seabrek keunggulan labu berbentuk lampu bohlam yang bercitarasa manis serta bertekstur lembut.

Labu butternut squash juga diketahui sangat aman bagi penderita kencing manis serta mampu meningkatkan kadar zat besi di tubuh bagi penderita anemia. Pun menjadi hidangan lezat bagi beberapa orang yang tengah
menjalani program diet. “Mengenyangkan tapi tidak membuat gemuk,” ujar Alitya yang rutin mengonsumsi saban 2 hari itu. Pantas bila Ahmad Fahrizal tak kesulitan memasarkan labu butternut squash tersebut.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar